Rabu, 06 Oktober 2010

CATATAN HARIAN

Ahad, 1 Agustus 2010
Seperti biasanya, hari minggu dijadikan hari keluarga oleh sebagian orang, lain halnya dengan aku yang menjadikan hari ahad dalam bahasa Arab, itu sebagai hari untuk beraktaktifitas diluar rumah. Aktifitas yang saya lakukan itu adalah pengabdian di Madrasah. Tepatnya MA al-Khairiyah Karangtengah tempat saya dulu menuntut ilmu. Kini, ember setiap hari aku harus datang ketempat yang menjadi kebanggaan dan sarana untuk “bertahanus” mirip-mirip Gua Hiro, dalam mengembangkan dan mengekpresikan ide-ide yang terpendam.
Hari itu ada sesuatu yang beda dalam penampilanku, terasa sekali dari tatapan mata orang-orang yang melirik, Ghe err ni ye…… Lirikan yang mengandung sejuta kata Tanya (????? Banyak Amat) membuat penasaran dalam batinku, ada apa ini ? O o ternyata penampilan rambut kepala tak sesuai aturan, tidak sistematis (emangnya karya Ilmiyah? ) alias acak-acakan, pokoknya tak beres gitu. Singkat kata penampilan rambutku tak enak dipandang mata. Spontan aku panggil tukang cukur, e e salah, seseorang yang emb mencukur rambut, sebut saja namanya Falaqy (nama ember). Dengan serius dan teliti, dia (Falaqy) memotong mahkota kepalaku yang setengah hitam- setegah merah, ternyata goyangan sisir dan guntingnya menghasilkan sesuatu yang indah, seindah gunung yang dipandang saat aku duduk tenang merasakan nikmatnya dicukur Subhanallah.
Disaat kenikmatan yang aku rasakan belum habis, datang lagi kenikmatan yang lain, sehingga tak terbayangkan dalam pikiranku, betapa sayangnya sang Pencipta kepadaku. O ya, kenikmatan yang lain itu adalah ngobrol ngalor-ngidul yang tanpa judul, tapi syarat makna; atau juga dapat dikatakan diskusi, berbagi konsep dan informasi dengan orang-orang yang menjadi inspirasi dan motifasi dalam menjalankan dan menikmati hidup. Tapi anehnya hasil obrolan-obrolan itu tak mau hilang dan selalu terngiang dalam pikiranku, bahkan menjadi-jadi, ibarat sesuatu yang harus segera keluar. Akhirnya selepas sholat maghrib, aku berusaha menenangkan diri sambil merenungkan kembali hikmah apa yang dapat dipetik.
Rupanya Allah swt membuktikan kembali rasa sayang-Nya kepada hamba yang selalu melanggar ajaran-ajaran-Nya. Hal ini terbukti dengan meluncurnya ide-ide cemerlang dari pikiran Made-in Raja diraja yang dimiliki oleh setiap orang. Ide cemerlang itu adalah bagaimana menjadikan para pelajar, terutama para santri memiliki life skill, terutama dalam tulis menulis. Budaya tulis-menulis yang telah dicontohkan dan dilakukan oleh banyak Ulama terdahulu dengan hasil-hasil yang dijadikan referensi bagi umat manusia, cukup menjadi bukti bagi kita untuk segera mentransfer dan mengikat ilmu kedalam bentuk tulisan yang menjadi bukti sejarah bagi generasi setelah kita.
Ide-ide berilian itu saya tawarkan kepada anak-anak santri Al-Munawwaroh yang kebetulan sedang bermusawarah tentang kegiatan-kegiatan menjelang bulan suci ramadhan, semua santri bahkan ketua harian pondok pesantren merasa kaget dan terpesona memperhatikan paparan yang aku sampaikan, ini dapat dibuktikan dengan mimic yang berseri-seri dan penuh antusias dengan program atau yang diajukan tentang dunia tulis-menulis. Akhirnya semua bersepakat untuk memasukan materi jurnalistik kedalam agenda acara romadhon. Antusias santri yang terpancar menyejukkan bathinku, yang semula merasa ragu, bahkan dapat menghancurkan gumpalan-gumpalan kehawatiran yang bersemayam dalam pikiranku. Pak, jangan-jangan ini hanya program yang tak ada bukti, celetuk seorang santri yang duduk paling belakang diruangan serba guna itu. Rupanya santri itu merasa hawatir dari apa yang kita rencanakan hanya sebatas konsep tanpa ada realisasi kongkrit. Dia menambahkan bahwa iman juga tidak cukup dengan perkataan, tapi harus dibuktikan dengan perbuatan. Memang, konsep tidak akan memberikan manfaat yang bearti, manakalah tidak diwujudkan kedalam bentuk riil. Untuk membuktikan semua itu tentunya kita harus saling bahu-membahu, saling Take and give (menerima dan ember) satu sama lain, agar apa yang kita rencanakan dapat terrealisasi dengan baik, sehingga dapat dirasakan buahnya.
Intinya kita memerlukan kerjasama yang baik, dengan kerjasama kita akan memperoleh kekuatan, dengan kekuatan itu akan mempermudah pekerjaan yang berat. Dengan kata lain pekerjaan yang berat akan terasa ringan, seperti dalam pepatah : “Berat sama di pikul, Ringan sama dijinjing”. Dalam bahasa agama biasa disebut saling bantu-membantu atau tolong-menolong dalam kebaikan. Kita menyadari betul bahwa manusia adalah makhluk social, yang tak dapat hidup secara individual. Hal ini menjadi peringatan bahwa kita tidak dapat terlepas dari campur tangan orang lain, sekalipun seorang pejabat atau orang kaya, pasti memerlukan bantuan orang lain. Ini adalah fithroh yang tidak dapat dipungkiri, apalagi mau menghilangkan fithroh tersebut. Demikian syarahan atau interprestasi factual yang saya sampaikan sambil melirik ke kanan dan kekiri yang disambut dengan anggukan para santri sebagai bukti responsive. E.e e ternyata anggukan santri yang berada di barisan ujung sebelah kiri bukan anggukan persetujuan, tapi rasa kantuk yang tak tertahankan lagi. Sambil tersenyum simpuh, aku aukan pertanyaan kepada santri yang setengah sadar-setengah tidur, Dik.. dik… dik…. Tiga kali panggilanku tak direspon. Rupanya ia tertidur. Namun tiba-tiba dia terbangun sambil berkata: Ada apa ini ??? Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban itu disambut dengan gelegak tawa dari santri lain.
O ya, sekarang jam berapa? Tanyaku kepada ketua harian pesantren, Jam 23.15 menit pak, sahutnya, dengan wajah yang sudah lesu, sebagai pertanda datangnya rasa kantuk. Oke lah kalau begitu, dengan gaya keinggris-inggrisan, aku menutup pertemuan malam yang penuh kenangan dan hikmah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar